Senin, 23 September 2024

Rutinitas Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Margomulyo: Refleksi dan Kebersamaan di Tengah Tugas

Pagi itu, seperti biasa, satu per satu kami mulai berdatangan ke kantor KUA Kecamatan Margomulyo. Pak Eko dan Bu Lis yang datang lebih dulu, seolah menyambut hangat suasana hari itu. Beberapa saat kemudian, Pak Rosidi tiba, diikuti oleh Pak Badrun, lalu Pak Udin. Kami yang berkumpul hari ini adalah cermin dari kodrat alam, menjalani kehidupan yang selalu bergerak, sementara beberapa rekan lainnya masih dalam perjalanan kehidupan mereka masing-masing.

Setiap hari Senin, seperti hari ini, 23 September 2024, menjadi rutinitas kami untuk menggelar evaluasi mingguan. Dalam pertemuan tersebut, kami saling berbagi hasil kerja, mengevaluasi kinerja selama sepekan, dan menyiapkan laporan akhir bulan yang sudah mulai mendekati tenggat. Diskusi berjalan serius, tapi juga penuh dengan semangat kolektif untuk saling mendukung satu sama lain, memastikan semua tugas dakwah dan bimbingan terlaksana dengan baik.

Setelah selesai, suasana formal segera mencair saat kami melangkah ke beranda kantor. Di sana, seperti biasa, kami duduk bercengkerama, membahas hal-hal yang terlewat atau belum sempat disampaikan dalam rapat. Obrolan ringan mulai mengalir, sesekali diselingi tawa kecil saat kami berbagi cerita seputar pernak-pernik kehidupan di lapangan dakwah. Ada saja yang menggelitik, dari tantangan menyampaikan pesan agama kepada masyarakat hingga momen-momen lucu yang sering kali tak terduga.

Candaan dan tawa menjadi bumbu dalam kebersamaan kami, mewarnai diskusi yang mungkin lebih banyak dihabiskan dalam keseriusan saat rapat. Ada sebuah kekompakan tersirat di antara kami, seolah memahami bahwa tugas berdakwah bukan hanya soal materi, tapi juga soal hati yang tetap ringan dan jiwa yang selalu bersyukur di tengah kesibukan.

Hari itu, seperti hari-hari lainnya, menjadi bagian dari perjalanan kami sebagai penyuluh agama. Sebuah perjalanan yang tak hanya diwarnai tugas dan tanggung jawab, tetapi juga diisi dengan tawa, kebersamaan, dan canda ringan yang selalu menguatkan semangat kami.

Seusai Rakord, suasana kembali mencair. Kami, para penyuluh, larut dalam perbincangan santai sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Di sudut beranda, Pak Eko dan Pak Rosyidi tampak terlibat dalam percakapan yang cukup serius, namun tetap dengan raut wajah bersahabat. Mereka tengah membahas pasangan pengantin yang baru saja mengajukan proses pernikahan. Kebetulan, selain sebagai Penyuluh Agama Islam, keduanya juga memiliki tugas tambahan sebagai Petugas Pembantu Pencatat Nikah (P3N).

Pembicaraan mereka mengalir lancar, dimulai dari teknis administrasi hingga diskusi mengenai kesiapan mental dan spiritual calon pengantin. Sebagai P3N, Pak Eko dan Pak Rosyidi bukan hanya memeriksa kelengkapan berkas, tapi juga memastikan bahwa setiap pasangan yang akan menikah memahami makna dan tanggung jawab yang mereka emban.

"Kadang-kadang, calon pengantin masih belum sepenuhnya paham tentang pentingnya komunikasi dan kesabaran dalam rumah tangga," ujar Pak Eko dengan nada bijak. Pak Rosyidi mengangguk, menambahkan, "Iya, ini yang sering kita sampaikan dalam bimbingan pranikah. Pernikahan itu bukan hanya soal administrasi, tapi tentang menyatukan dua hati dan dua keluarga."

Obrolan mereka semakin mendalam, sesekali diselingi oleh candaan ringan tentang berbagai pengalaman unik selama mendampingi pasangan muda yang kadang masih canggung menjalani proses pernikahan.


Di sisi lain beranda, suasana tampak lebih serius saat Pak Eko dan Pak Badrun terlibat dalam obrolan mendalam. Meski terdengar santai, topik pembicaraan mereka adalah kegiatan dakwah yang baru saja dilaksanakan semalam (Ahad malam sabtu) di Ranting NU Meduri. Pak Eko, yang selain bertugas sebagai Penyuluh Agama Islam juga menjabat sebagai Ketua Ranting NU Meduri, tengah melaporkan jalannya acara kepada Pak Badrun, Ketua MWCNU Margomulyo.

“Kegiatan semalam berjalan lancar, Alhamdulillah,” ujar Pak Eko sambil tersenyum tipis, namun tetap terlihat serius. “Kami mengadakan pengajian rutin dengan tema tentang pentingnya menjaga ukhuwah dan memperkuat kebersamaan di tengah masyarakat yang semakin beragam. Jamaah yang hadir cukup banyak, bahkan beberapa tokoh masyarakat ikut hadir, memberikan dukungan penuh.”

Pak Badrun mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk tanda setuju. Sebagai Ketua MWCNU, beliau memang selalu mendukung dan memperhatikan setiap kegiatan yang dilaksanakan di ranting-ranting NU di bawah naungannya. “Bagus sekali, Pak Eko. Ini penting untuk menjaga semangat jamaah, apalagi di tengah situasi saat ini. Jangan lupa terus pantau keberlanjutan program-program dakwah, supaya konsisten.”

Pak Eko melanjutkan laporannya, kali ini berbicara tentang beberapa kendala teknis yang sempat dihadapi, seperti kurangnya sarana pendukung di lokasi acara. Namun, ia juga menambahkan bahwa meski ada kendala, partisipasi jamaah sangat baik dan penuh antusias. “Kita memang masih butuh peningkatan fasilitas, tapi semangat jamaah luar biasa. Saya rasa, jika konsisten, ke depan akan semakin baik.”

Pak Badrun tersenyum lebar, menunjukkan dukungan penuh. “Tidak masalah, Pak. Kita pelan-pelan tingkatkan. Yang penting niat dan usaha kita untuk terus menggerakkan dakwah. Nanti soal fasilitas, insyaAllah, MWCNU akan bantu koordinasikan dengan pihak terkait agar ke depannya lebih optimal.”

Obrolan mereka kemudian berlanjut pada rencana-rencana ke depan, terutama dalam hal menggerakkan dakwah di tingkat ranting NU. Mereka membahas berbagai strategi untuk lebih melibatkan generasi muda, meningkatkan pendidikan agama, dan mengantisipasi tantangan sosial yang semakin kompleks di masyarakat.

Meski terlihat serius, percakapan ini diwarnai semangat kerja sama yang kuat. Sebagai penyuluh agama yang juga memegang peran penting di organisasi NU, Pak Eko dan Pak Badrun saling berbagi pengalaman dan pandangan untuk terus memperkuat dakwah di tingkat akar rumput. Obrolan ini tidak hanya soal laporan, tapi juga bentuk komitmen dan visi bersama untuk membangun umat yang lebih baik di Kecamatan Margomulyo.

Di tengah percakapan itu, sesekali terdengar canda tawa ringan, menandakan bahwa meskipun mereka membahas hal-hal serius, kebersamaan dan persahabatan tetap menjadi warna dalam interaksi mereka. Ini adalah cermin dari semangat para penyuluh agama—mengabdi dengan hati, berjuang tanpa pamrih, dan selalu menjaga keharmonisan dalam setiap langkah.


Setelah selesai berbincang ringan dengan Pak Eko, Pak Badrun terlihat duduk di kursi depan beranda KUA, sedikit menjauh dari keramaian. Pandangannya jauh menembus cakrawala, seakan ada beban berat yang tengah ia pikul, namun tetap terpancar ketenangan dari raut wajahnya. Dalam kesunyian sejenak itu, ada keteduhan yang terasa. Pak Badrun, dengan segala tanggung jawabnya sebagai Penyuluh Agama Islam dan Ketua MWCNU Margomulyo, tentu membawa banyak hal dalam pikirannya—mulai dari program dakwah hingga pembangunan organisasi yang ia pimpin.

Meskipun begitu, ia tetap terlihat cool dan santai. Sesekali, ia menarik napas dalam-dalam, seolah mengatur ritme pikiran yang bercampur dengan berbagai tanggung jawab yang terus berdatangan. Di balik ketenangannya, tersirat kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menghadapi segala tantangan. Ia paham bahwa tugas sebagai pemimpin tak hanya membutuhkan ketegasan, tetapi juga ketenangan dalam berpikir dan bertindak.

Di kejauhan, rekan-rekan penyuluh lainnya masih larut dalam percakapan ringan dan tawa. Namun, Pak Badrun tetap di sana, duduk dengan tenang, memantau dan merenung. Ada kalanya ia mengalihkan pandangan ke sekeliling, memperhatikan dinamika rekan-rekannya. Ia mungkin memikirkan langkah-langkah strategis untuk terus memperkuat peran NU di tengah masyarakat, atau mungkin merencanakan tindak lanjut dari evaluasi yang baru saja dilakukan.


Tak lama kemudian, Pak Rosidi mendekat sambil membawa absensi kehadiran. Dengan langkah tenang, ia menghampiri Pak Badrun yang masih duduk di kursi depan beranda KUA. Setelah menyapa singkat, Pak Rosidi segera membubuhkan tanda tangan di kolom absensi, seolah sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Namun, sambil menandatangani, percakapan serius kembali mengalir di antara mereka berdua, kali ini mengenai perkembangan dakwah di Kecamatan Margomulyo.

“Kita harus terus meningkatkan progres dakwah, terutama di desa-desa yang masih minim kehadiran penyuluh,” ucap Pak Rosidi sembari menatap absensi yang telah ditandatangani. Sebagai Rais MWCNU Margomulyo, Pak Rosidi memang memiliki perhatian khusus terhadap kualitas dakwah di wilayahnya.

Pak Badrun mengangguk pelan, sambil memandangi absen. “Benar, kita harus lebih fokus lagi. Beberapa tempat sudah berjalan baik, tapi di beberapa desa lain, masih butuh pendekatan yang lebih intens,” jawabnya. Pembahasan mereka kini merambah ke strategi-strategi dakwah yang lebih luas, tak hanya sebagai penyuluh agama di KUA Margomulyo, tetapi juga sebagai pemimpin ormas NU yang bertanggung jawab atas penguatan peran Nahdlatul Ulama di masyarakat.

Sebagai Ketua MWCNU, Pak Badrun memegang kendali penuh untuk memastikan program-program NU di wilayah Margomulyo berjalan sesuai rencana. Sementara itu, Pak Rosidi, sebagai Rais MWCNU, selalu memastikan jalur dakwah dan kegiatan keagamaan tetap sejalan dengan misi besar organisasi, memberikan bimbingan spiritual bagi masyarakat dan mengokohkan tradisi keagamaan Ahlussunnah wal Jamaah.

"Kegiatan NU di ranting-ranting mulai bergerak lebih aktif, tapi masih ada beberapa yang belum stabil," lanjut Pak Badrun, matanya memandang ke depan. "Kita perlu lebih sering turun langsung, mengawasi, dan mungkin memberikan motivasi lagi kepada pengurus-pengurus di tingkat bawah."

Pak Rosidi mengangguk setuju, lalu menambahkan, “Mungkin kita bisa adakan TURBA (Tausiyah Rutin Bersama) lebih sering, mempertemukan ranting-ranting untuk saling berbagi pengalaman. Selain itu, dakwah di masyarakat sekarang juga harus lebih menyesuaikan dengan isu-isu yang sedang berkembang, seperti online, narkoba, dan sebagainya.”

Percakapan terus berlanjut, keduanya membahas rencana strategis ke depan untuk memperkuat NU di Margomulyo, baik dari sisi dakwah keagamaan maupun peran sosial yang diemban organisasi. Mereka berdua sadar bahwa tantangan dakwah di era sekarang semakin kompleks, membutuhkan kerja sama yang solid antara penyuluh agama dan pemimpin ormas Islam seperti NU.

Meskipun perbincangan terlihat serius, ada rasa saling percaya dan dukungan di antara mereka. Baik Pak Badrun maupun Pak Rosidi telah lama menjadi tandem dalam memimpin NU di Margomulyo, memahami peran masing-masing dengan penuh tanggung jawab. Di antara hiruk pikuk tugas yang menumpuk, mereka tetap tenang dan berfokus pada misi besar—mengabdikan diri kepada umat, menjaga tradisi, dan memperkuat dakwah Islam di tengah perubahan zaman.

Dengan senyum kecil, Pak Rosidi menepuk bahu Pak Badrun, “InsyaAllah, kita bisa jalani ini semua dengan baik. Asalkan niat kita lurus dan langkah kita konsisten, saya yakin NU Margomulyo akan semakin kuat.”

Pak Badrun mengangguk mantap, "Betul, kita jalani dengan niat ibadah dan tanggung jawab bersama. Semoga Allah mudahkan."

0 Post a Comment:

Posting Komentar